PERKEMBANGAN SENI TIMUR
Jauh sebelum dimulai perhitungan tahun
masehi, dibeberapa tempat di daerah timur sudah memperlihatkan suatu
kebudayaan yang bermutu tinggi. Dan sangat berpengaruh baik di timur
maupun di daerah barat
Kesenian timur pada awal perkembangannya
berpusat di Mesir, Mesopotamia dan India (lembah sungai Indus). Ketiga
daerah ini menampilkan bentuk seni yang memiliki ciri khas masing –
masing sesuai dengan kepercayaan, pandangan hidup dan tradisinya
1. Kesenian Mesir Kuno
Daerah
sekitar aliran sungai Nil merupakan daerah pertanian yang subur yang
dapat memberikan kemakmuran kepada rakyatnya, sehingga Mesir dapat
mengembangkan kebudayaanya dengan baik. Sejak dahulu mereka sudah
mengenal ilmu pengetahuan, kesenian dan sudah mengenal jenis tulisan
yang disebut Hirogli
Bangsa Mesir mempunyai kepercayaan dengan
berbagai kultus (pemujaan), yaitu kultus kematian, kultus Raja dan
kultus Dewa, merekapun termasuk penganut Polytheisme (banyak Dewa),
seperti Dewa Amon, Dewa Osiris, Dewa Hours, Dewa Isis, Dewi Hather dan sebaginya,
dan dari kegiatan – kegiatan kepercayaan itulah muncul seni Mesir yang
bersifat sacral, penuh magis dan misteri, mulai dari pembuatan mumi,
seni lukis, seni patung sampai pada bangunan – bangunan yang monumental
dan raksasa. Terutama seni bangunan dan seni patung dibuat dari batu
kapur dan batu granit. Sehingga peninggalan – peninggalannya masih dapat
kita lihat sampai sekarang
a. Seni Bangunan (bangunan makan dan kuil) Mesir kuno
Bangunan
makam yang disebut pyramid didirikan dari susunan batu kapur berbentuk
limas segi empat yang didalamnya terdapat gang – gang / lorong menuju ke
kamar Raja (Mummi Firaon), kamar premaisuri dan kamar harta. Salah satu
Pyramid yang terkenal yaitu pyramid Khufu di Ghizah yang dianggap
sebagi keajaiban dunia
Bangunan kuil di Mesir ada dua jenis, yaitu;
- Kuil lapangan, contohnya Kuil Amon Re di Karnak
- Kuil Korokan (kuil yang dipahatkan pada bukit karang), contohnya kuil Ramses II di Abu Simbel
b. Seni Patung Mesir Kuno
Berdasarkan sikap tubuhnya, patung Mesir dibedakan menjadi:
-
Patung Kourus, yaitu patung Dewa/Raja, memakai tutup kepala berdiri
tegap, tangan kanan dikepalkan disamping dan kaki kirinya dilangkahkan
kedepan
- Patung kore, yaitu patung Dewi/ratu yang ciri – cirinya
sama dengan kourus hanya kaki kirinya tidak melangkah dan berpakain
lengkap. patung dalam bentuk lain disebut Sphynx, yaitu patung berkepala
Raja berbadan singa
c. Seni relief / Lukis Mesir Kuno
Ditemukan
pada lembaran papyrus, peti mati dan dinding. Kesan yang ditampilkan
bersifat dekoratifilustratif dan simbolis. Sedangkan cara menggambar
objeknya yaitu:
- Bersifat ideoplastis, mengungkapkan apa yang dipikirkan dan bukan yang dilihat sebenarnya
-
Menggunakan prespektif batin, artinya menggambarkan besar kecilnya
objek bukan ditentukan oleh jarak pandangan melainkan berdasarkan
martabat orang yang digambarkan. Misalnya gambar seorang Raja lebih
besar dari pada rakyatnya
d. Seni Musik dan Seni ari Mesir Kuno
Sesuai
dengan perkembangan kebudayaan merekapun pada saat itu sudah mengenal
seni Tari dan musik. Hal ini berdasarkan pahatn mereka (relief) pada
dinding bangunan. Diantaranya terdapat adegan yang sedang memainkan
suling dan harva serta adegan Tari Tarian ritual sesuai dengan
kepercayaan mereka pada saat itu
2. Kesenian Mesopotamia
Mesopotamia
adalah suatu daratan yang terletak antara sungai Efrat dan sungai
Tigris. Masyarakatnya makmur sehingga kebudayaannya berkembang dengan
baik, telah mengenal berbagai ilmu pengetahuan dan tulisan yang disebut
tulisan Paku
Daerah ini merupakan lalu lintas yang sangat ramai dan
sering dijadikan sasaran invansi oleh berbagai bangsa, antara lain oleh
bangsa Sumeria, Babilonia, Asiria dan Persia
Masyarakat Mesopotamia
tidak mengenal kultus kematian sehingga jarang ditemukan makam sebagai
bentuk arsitektur yang khas. Keseniannya lebih bersifat duniawi, tetapi
sisa – sisa peninggalannya tidak sampai ke jaman kita karena:
- Mengunakan bahan yang tidak tahan lama (batu bata)
- Sering terjadi bencana banjir
- Masyarakatnya bersifat vandalis (perusak) karena sering terjadi perebutan kekuasaan (perang)
a. Seni Bangunan Mesopotamia
-
Istana, dengan ciri – ciri: menggunakan konstruksi lengkung tong tanpa
menggunakan tiang. Pada bagian pintu gerbang terdapat patung penjaga
Ambang, yaitu patung berkepala Raja dan berbadan banteng dan bersayap.
Contohnya istana Sargon II di Khorzabad
- Ziggurat, yaitu sejenis menara bertingkat berbentuk kerucut yang berfungsi sebagai banguan suci
- Stele, yaitu sejenis tugu batu yang permukaannya diberi relief tentang suatu peristiwa, contohnya Stele Hamurabi
b. Seni Patung, ciri – cirinya:
- Patung Sumeria: tubuh kaku otot dilebih – lebihkan dan kepalanya bulat
- Ptung Asiria: matanya diperbesar, dekoratif, raut muka mengesankan kekerasan
- Patung Babilonia: bersikap tenang seolah – olah sedang menjalankan tugas keagamaan
c. Seni relief
- Relief Babilonia : bertemakan tentang keagamaan
- Relief Asiria: bertemakan tentang kekerasan
3. Kesenian India
Kebudayaan
purba India berkembang sekitar 3000 SM di lembah sungai Indus –
Pakistan. Dari beberapa hasil temuan ternyata sudah menunjukan suatu
bentuk kebudayaan yang bermutu tinggi. Tetapi masih belum memberikan
gambaran secara lengkap tentang peninggalannya, Karena masih belum
banyak ditemukan
Peninggalan – peninggalanya antara lain:
a. Seni
bangunan, contohnya reruntuhan bangunan yang ditemukan di dua kota
lama (Mahenjo – Daro dan Harapa) menggunakan batu bata, penempatan
bangunan dengan system sentral dan sudah ada bangunan yang bertingkat
b. Seni patung, berbaga naturalis dan stilasi terbuat dari batu logam dan kayu
c.
Seni relief, berupa materai piktegraf dari lempengan tanah liat yang
diberi gambar binatang (badak lembu atau singa) dan tulisan yang sampai
sekarang masih belum bisa dibaca
Kemudian sejak munculnya ajaran
Hindu – Budha maka berkembang berkembang kebudayaan yang bercorak
khusus. Bentuk keseniannya mengarah pada gaya perlambangan (simbolisme)
dengan berpedoman pada buku seni disebut “Silfa Sastra”
Peninggalan – peninggalan itu adalah;
a. Seni Banguanan India
- Stamba (Tugu Asoka) berfungsi sebagai media penyebaran ajaran Budha
- Stupa (caitya) berfungsi sebagai lambang ajaran Budha
- Kuil Budha (Chaitya Griha) merupakan bangunan tempat meditasi para pendeta Budha
b. Seni Patung India
Ketika
masyarakat Budha masih bersifat Ai-Iconis (tidak mengenal patung
sebagai media pemujaan), maka Budha hanya diwujudkan dalam bentuk
perlambangan saja, seperti Tahta Budha, Cakra Budha atau Telapak Kaki
Budha. Kemudian setelah India mendapat pengaruh dari kesenian
Yunani-Romawi, barulah Budha diwujudkan dalam bentuk patung manusia
dengan ciri – ciri masih memperlihatkan gaya seni patung Yunani (Dewi
Apolo). Ciri – cirinya yaitu: bergaya realis, muka lonjong, rambut
bergelombang dan sikap duduk kaki berjuntai. Dalam perkembangan
selanjutnya seni patung India memperlihatkan ciri khasnya, yaitu raut
muka seperti orang India, duduk bersila dengan sikap tangan tertentu
yang mengandung atri (Mujra)
c. Seni Lukis dan Seni Relief India
Peninggalan
seni relief India terdapat pada dinding di dalam biara – biara
menggunakan teknik fresco yaitu melukis yang dikerjakan ketika
dindingnya masih basah sedangkan seni reliefnya banyak terdapat pada
dinding – dinding candi Hindu
PENDIDIKAN SENI TENTANG PERKEMBANGAN SENI DI WILAYAH TIMUR
Seni Rupa Indonesia Islam
D. Seni Rupa Indonesia Islam
Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar
abad ke 7 M oleh para pedagang dari India, Persia dan Cina. Mereka
menyebarkan ajaran Islam sekligus memperkenalkan kebudayaannya masing –
masing, maka timbul akulturasi kebudayaan
Seni rupa Islam juga
dikembangkan oleh para empu di istana – istana sebagai media pengabdian
kepada para penguasa (Raja/Sultan) kemudian dalam kaitannya dengan
penyebaran agama Islam, para walipun berperan dalam mengembangkan seni
di masyarakat pedesaan, misalnya da’wah Islam disampaikan dengan media
seni wayang
1. Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia Islam
a. Bersifat feodal, yaitu kesenian yang bersifat di istana sebagai media pengabdian kepada Raja / sultan
b. Bersumber dari kesenian pra Islam (seni prasejarah dan seni Hindu Budha)
c. Berperan
2. Karya Seni Rupa Indonesia Islam
a. Seni Bangunan
1. Mesjid
Pengaruh
hindu tampak pada bagian atas mesjid yang berbentuk limas bersusun
ganjil (seperti atap Balai Pertemuan Hindu Bali), contohnya atap mesjid
Agung Demak dan Mesjid Agung Banten
2. Istana
Istana / keraton
berfungsi sebagai tempat tinggal Raja, pusat pemerintahan. Pusat
kegiatan agama dan budaya. Komplek istana bisaanya didirikan di pusat
kota yang dikelilingi oleh dinding keliling dan parit pertahanan.
3. Makam
Arsitektur
makam orang muslimin di Indonesia merupakan hasil pengaruh dari tradisi
non muslim. Pengaruh seni prasejarah tampak pada bentuk makam seperti
punden berundak. Sedangkan pengaruh hindu tampak pada nisannya yang
diberi hiasan motif gunungan atau motif kala makara. Adapun pengaruh
dari Gujarat India yaitu pada makam yang beratap sungkup
b. Seni Kaligrafi
Seni
kaligrafi atau seni khat adalah seni tulisan indah. Dalam kesenian
Islam menggunakan bahasa arab. Sebagai bentuk simbolis dari rangkaian
ayat – ayat suci Al – Qur’an. Berdasarkan fungsinya seni kaligrafi
dibedakan menjadi, yaitu:
1) Kaligrafi terapan berfungsi sebagai dekorasi / hiasan
2) Kaligrafi piktural berfungsi sebagai pembentuk gambar
3) Kaligrafi ekspresi berfungsi sebagai media ungkapan perasaan seperti kaligrafi karya AD. Pireus dan Ahmad Sadeli
c. Seni Hias
Seni
hias islam selalu menghindari penggambaran makhluk hidup secara realis,
maka untuk penyamarannya dibuatkan stilasinya (digayakan) atau
diformasi (disederhanakan) dengan bentuk tumbuh – tumbuhan
E. Seni Rupa Indonesi Modern
Istilah
“modern” dalam seni rupa Indonesia yaitu betuk dan perwujudan seni yang
terjadi akibat dari pengaruh kaidah seni Barat / Eropa. Dalam
perkembangannya sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk
melepaskan diri dari penjajahan
1. Masa Perintis
Dimulai dari
prestasi Raden Saleh Syarif Bustaman (1807 – 1880), seorang seniman
Indonesia yang belajar kesenian di eropa dan sekembalinya di Indonesia
ia menyebarkan hasil pendidikannya. Kemudian Raden Saleh dikukuhkan
sebagai bapak perintis seni lukisan modern
2. Masa seni lukis Indonesia jelita / moek (1920 – 1938)
Ditandai
dengan hadirnya sekelompok pelukis barat yaitu Rudolf Bonnet, Walter
Spies, Arie Smite, R. Locatelli dan lain – lain. Ada beberapa pelukis
Indonesia yang mengikuti kaidah / teknik ini antara lain: Abdulah Sr,
Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi dan Wahid Somantri
3. Masa PERSAGI (1938 – 1942)
PERSAGI
(Peraturan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta yang
diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan sekreTarisnya S. Sujoyono, seangkan
anggotanya Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa
(pelukis wanita pertama Indonesia) PERSAGI bertujuan agar para seniman
Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadan
Indonesia
4. Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pada jaman
Jepang para seniman Indonesia disediakan wadah pada balai kebudayaan
Keimin Bunka Shidoso. Para seniman yang aktif ialah: Agus Jaya, Otto
Jaya, Zaini, Kusnadi dll. Kemudian pada tahun 1945 berdiri lembaga
kesenian dibawah naungan POETRA (Pusat tenaga Rakyat) oleh empat
sekawan: Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mansur
5. Masa Sesudah Kemerdekaan (1945 – 1950)
Pada masa ini seniman banyak teroragisir dalam kelompok – kelompok diantaranya:
Sanggar
seni rupa masyarakat di Yogyakarta oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda
(SIM) di Madiun, oleh S. Sujiono, Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI)
Djajengasmoro, Himpunan Budaya Surakarta (HBS) dll
6. Masa Pendidikan Seni Rupa Melalui Pendidikan Formal
Pada
tahun 1950 di Yogyakarta berdiri ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia)
yang sekarang namanya menjadi STSRI (Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia)
yang dipelopori oleh RJ. Katamsi, kemudian di Bandung berdiri Perguruan
Tinggi Guru Gambar (sekarang menjadi Jurusan Seni Rupa ITB) yang
dipelopori oleh Prof. Syafe Sumarja. Selanjutnya LPKJ (Lembaga
Pendidikan Kesenian Jakarta) disusul dengan jurusan – jurusan di setiap
IKIP Negeri bahkan sekarag pada tingat SLTA
7. Masa Seni Rupa Baru Indonesia
Pada
tahun 1974 muncul para seniman Muda baik yang berpendidikan formal
maupun otodidak, seperti Jim Supangkat, S. Priaka, Harsono, Dede Eri
Supria, Munni Ardhi, Nyoman Nuarta, dll
F. Aliran – Aliran Seni Lukis
Aliran
seni lukis muncul di eropa pada abd ke 19 yang dipengaruhi oleh pesatya
perkembangan di bidang ilmu dan teknologi. Penemuan teori – teori baru
itu kemudian dijadikan kaidah seni yang berlaku dalam ikatan kelompok
pendukungnya, maka lahirlah suatu aliran atau faham dalam seni:
1.
Kalsisisme, cirinya: Objek lukisan seperti dibuat – buat dekoratif,
berkesan indah dan elok. Tokohnya: Watteau, Ringaud, Viee Lebrun,
Fragnorad dan Marisot Boucher
2. Neoklasisisme, cirinya objek lukisan
sekitar lingungan istana dan tokoh agama, bersifat intelektual dan
akademis. Semua bentuk dibatasi dengan garis nyata, berkesan tenang dan
agung. Pelopornya Louis Davis kemudian dilanjutkan oleh Ingres
3.
Romantisme, cirinya: bertemakan tentang cerita yang dahsyat atau
kegemilangan sejarah dan peristiwa yang menggugah perasaan, emosional
kaya dengan warna dan kontras cahaya, kesan gerak lebih menonjol bahkan
melebihi kejadian sebenarnya. Tokohnya: Teodore Gericault, Delaxroix,
Cemille Corot, Rouseau. Millet dll
4. Realisme, cirinya:
mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dengan objek lukisan tentang
rakyat jelata, kemiskinan atau kepahitan hidup, penderitaan dan
kesibukan – kesibukan, tokohnya Gustave Courbet dan George Hendrik
Breitner
5. Naturalisme, cirinya: melukis objek alam / pemandangan
secara visual (forografis) tanpa ada penafsiran lain. Pelukisnya; Rudolf
Bonnet, Le Mayeur, R. Locatelli dab Albercth Durer
6. Improsionisme,
cirinya: melukis kesan alam secara langsung dan cepat berdasarkan
kaidah hukum cahaya, garis kontur / blabar dan kaya dengan warna,
pelukisnya : Claude Monet, Degas, Pisarro dll
7. Pointilisme, cirinya: melukis dengan teknik bintik – bintik kecil untuk menampilkan efek cahaya dan warna, pelukisnya Seurat
8.
Ekspresionisme, cirinya : hasil ungkapan emosi dan perasaan objeknya
menyimpang dari bentuk alam, spontanitas dan kecepatan dalam melukis
dana menggunakan warna secara murni. Pelopornya ialah Vincent, Van Gogh
dan para pengikutnya: Emil Nolde, Karl Scmidt dan Mondesohn
9.
Kubisme, ada dua jenis yaitu Kubisme Analitis cirinya objek lukisan
menyerupai susunan balok / kubus yang berkesan 3 dimensi, dan kubisme
sintesis cirinya objek lukisan menyerupai susunan bidang trasparan yang
berkesan 2 dimensi. Pelukisnya Pablo Picasso, George Braque, Jan Gris,
dan Fernand Leger
10. Futurisme, cirinya: menampilkan kesan gerak
pada objek dengan cara pengulangan bentuk yang berubah - rubah arah.
Pelukisnya: G. Balla, Severini, dan Carlo Carra
11. Abstrak, cirinya
melukis hasil ungkapan batin yang tidak ada identifikasinya di dunia
nyata dengan mempergunakan kesatuan garis, bidang, warna dan unsur seni
rupa lainnya. Pelukisnya : Wassily Kadinsky, Piet Mondrin dan Malevich
12.
Dadaisme, cirinya: lukisan seperti kekanak – kekanakan, nihilistic,
naïf, lucu, menolak hukum seni dan keindahan. Pelopornya Paul Klee
13.
Surrealisme, cirinya: objek lukisan tampak aneh dan asing seolah – olah
hanya terdapat di alam impian , pelukisnya Salvador dali, Marc Ghagall
Joan Miro dll.
14. Pop Art, cirinya: berkesan seolah – olah sindiran,
karikatur, humor dan apa adanya dari objek aa saja dapat ditampilkan
walaupun tidak lajim dalam karya seni, senimannya Tom Waselman, Cristo
dan lain – lain
15. Optical Art, cirinya: termasuk seni non objektif
dengan menampilkan bentuk – bentuk geometris atau garis – garis yang
diulang secara teratur rapih dan terperinci dengan warna – warna
cemerlang pelukisnya: Jackson Pollok, William de Kooning dan Andy Warhol
Seni Rupa Indonesia Hindu
C. Seni Rupa Indonesia Hindu
Kebudayaan Hindu berasal dari India yang
menyebar di Indonesia sekitar abad pertama Masehi melalui kegiatan
perdagangan, agama dan politik. Pusat perkembangannya di Jawa, Bali dan
Sumatra yang kemudian bercampur (akulturasi) dengan kebudayaan asli
Indonesia (kebudayaan istana dan feodal). Prose akulturasi kebudayan
India dan Indonesia berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu yang
lama, yaitu dengan proses:
a. Proses peniruan (imitasi)
b. Proses Penyesuaian (adaptasi)
c. Proses Penguasaan (kreasi)
1. Ciri – Ciri Seni rupa Indonesia Hindu
a. Bersifat Peodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai medi pengabdian Raja (kultus Raja)
b. Bersifat Sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama
c. Bersifat Konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum agama (Silfasastra)
d. Hasil akulturasi kebudayaan India dengan indonesia
2. Karya Seni Rupa Indonesia Hindu
a. Seni Bangunan:
1) Bangunan Candi
Candi
berasala dari kata “Candika” yang berarti nama salah satu Dewa kematian
(Dugra). Karenanya candi selalu dihubungkan dengan mnumen untuk
memuliakan Raja yang meninggal contohnya candi Kidal untuk memuliakan
Raja Anusapati, selain itu candi pula berfungsi sebagai:
- Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha, contoh candi Borobudur
- Candi Pintu Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contohnya candi Bajang Ratu
- Candi Balai Kambang / Tirta: didirikan didekat / ditengah kolam, contoh candi Belahan
- Candi Pertapaan: didirikan di lereng – lereng tempat Raja bertapa, contohnya candi Jalatunda
- Candi Vihara: didirikan untuk tempat para pendeta bersemedhi contohnya candi Sari
Struktur bangunan candi terdiri dari 3 bagian
- Kaki candi adalah bagian dasar sekaligus membentuk denahnya (berbentuk segi empat, ujur sangkar atau segi 20)
- Tubuh candi. Terdapat kamar – kamar tempat arca atau patung
- Atap candi: berbentuk limas an, bermahkota stupa, lingga, ratna atau amalaka
Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang kelompok. Ada dua system dalam pengelempokan candi, yaitu:
-
Sistem Konsentris (hasil pengaruh dari India) yaitu induk candi berada
di tengah – tengah anak – anak candi, contohnya kelompok candi
lorojongrang dan prambanan
- System membelakangi (hasil kreasi asli
Indonesia )yaitu induk candi berada di belakang anak – anak candi,
contohnya candi penataran
2) Bangunan pura
Pura adalah bangunan
tempat Dewa atau arwah leluhur yang banyak didirikan di Bali. Pura
merupakan komplek bangunan yang disusun terdiri dari tiga halaman
pengaruh dari candi penataran yaitu:
- Halaman depan terdapat balai pertemuan
- Halaman tengah terdapat balai saji
- Halaman belakang terdapat; meru, padmasana, dan rumah Dewa
Seluruh
bangunan dikelilingi dinding keliling dengan pintu gerbangnya ada yang
berpintu / bertutup (kori agung) ada yang terbuka ( candi bentar)
- Pura agung, didirikan di komplek istana
- Pura gunung, didirikan di lereng gunung tempat bersemedhi
- Pura subak, didirikan di daerah pesawahan
- Pura laut, didirikan di tepi pantai
3) Bangunan Puri
Puri
adalah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat
keagamaan. Bangunan – bangunan yang terdapat di komplek puri antara
lain: Tempat kepala keluarga (Semanggen), tempat upacara meratakan gigi
(Balain Munde) dsb
b. Seni patung Hindu Budha
Patung dalam agama
Hindu merupakan hasil perwujudan dari Raja dengan Dewa penitisnya. Orang
Hindu percaya adanya Trimurti: Dewa Brahma Wisnu dan Siwa. Untuk
membedakan mereka setiap patung diberi atribut keDewaan (laksana/ciri),
misalnya patung Brahma laksananya berkepala empat, bertangan empat dan
kendaraanhya (wahana) hangsa). Sedangkan pada patung wisnu laksananya
adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit, dan tengkorak, kendaraannya
lembu, (nadi) dsb
Dalam agama Budha bisaa dipatungkan adalah sang
Budha, Dhyani Budha, Dhyani Bodhidattwa dan Dewi Tara. Setiap patung
Budha memiliki tanda – tanda kesucian, yaitu:
- Rambut ikal dan berjenggot (ashnisha)
- Diantara keningnya terdapat titik (urna)
- Telinganya panjang (lamba-karnapasa)
- Terdapat juga kerutan di leher
- Memakai jubah sanghati
c. Seni hias Hindu Budha
Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru yang dianggap suci sebagai tempatnya para Dewa
Oleh
sebab itu Candi selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam
pegunungan, yaitu dengan motif flora dan fauna serta mahluk azaib.
Bentuk hiasan candi dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang membentuk struktur bangunan candi, contohnya:
- Hiasan mahkota pada atap candi
- Hisana menara sudut pada setiap candi
- Hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
- Hiasan makara, simbar filaster,dll
1) Hiasan bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional yang terdapat pada dinding / bidang candi, contohnya
- Hiasan dengan cerita, candi Hindu ialah Mahabarata dan Ramayana: sedangkan pada candi Budha adalah Jataka, Lalitapistara
- Hiasan flora dan fauna
- Hiasan pola geometris
- Hiasan makhluk khayangan
3. Kronologis Sejarah Seni rupa Hindu Budha
a. Seni rupa Jawa Hindu periode Jawa Tengah, terbagi atas:
1) Jaman Wangsa Sanjaya
Candi
– candi hanya didirikan di daerah pegunungan. Seni patungnya merupakan
perwujudan antara manusia dengan binatang (lembu atau garuda)
2) Jaman Wangsa Syailendra
Peninggalan
candinya : kelompok Candi Prambanan, Kelompok Candi Sewu, Candi
Borobudurm, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Mendut Dan Kelompok Candi
Plaosan
Seni patungnya bersifat Budhis, contohnya patung Budha dan Budhisatwa di Candi Borobudur
b. Seni rupa Jawa Hindu periode Jawa Timur, terbagi atas:
1) Jaman Peralihan
Pada
seni bangunannya sudah meperlihatkan tanda – tanda gaya seni jawa
timur seperti tampak pada Candi Belahan yaitu pada perubahan kaki candi
yang bertingkat dan atapnya yang makin tinggi. Kemudian pada seni
patungnya dudah tidak lagi memperlihatkan tradisi India, tetapi sudah
diterapkan proposisi Indonesia seperti pada patung Airlangga
2) Jaman Singasari
Pada
seni bangunannya sudah benar – benar meperlihatkan gaya seni Jawa Timur
baik pada struktur candi maupun pada hiasannya, contohnya: candi
singosari, candi kidal, dan candi jago. Seni patungnya bergaya
Klasisistis yang bertolak dari gaya seni Jawa Tengah, hanya seni patung
singosari lebih lebih halus pahatannya dan lebih kaya dengan hiasan
contohnya patung Prajnaparamita, Bhairawa dan Ganesha.
3) Jaman Majapahit
Candi
– candi Majapahit sebagian besar sudah tidak utuh lagi karena terbuat
dari batu bata, perbedaan dengan candi di Jawa Tengah yang terbuat dari
batu kali / andhesit peninggalan candinya: kelompok candi Penataran,
Candi Bajangratu, candi Surowono, candi Triwulan dll
Kemudian pada
seni patungnya sudah tidak lagi memperlihatkan gaya klasik Jawa Tengah,
melainkan gaya magis monumental yang lebih menonjolkan tradisi Indonesia
seperti tampak pada raut muka, pakaian batik dan perhiasan khas
Indonesia. Selain patung dari batu juga dikelan patung realistic dari
Terakotta (tanah liat) hasil pengaruh darin Campa dan China, contohnya
patung wajah Gajah Mada
c. Seni Rupa Bali Hindu
Di Bali jarang
ditemukan candi sebab masyarakatnya tidak mengenal Kultus Raja. Seni
bangunan utama di Bali adalah Pura dan Puri. Pura sebagai bangunan suci
tetapi di dalamnya tidak terdapat patung perwujudan Dewa karena
masyarakat Bali tidak mengenal an-Iconis yaitu tidak mengebal patung
sebagai objek pemujaan, adapun patung hanya sebagai hiasan saja
4. Perbedaan Gaya Seni Jawa Tengah Dengan Jawa Timur
a. Perbedaan struktur bangunan candi
- Candi Jateng terbuat dari batu adhesit, sedangkan di Jatim terbuat dari batu bata
- Candi Jateng bentuknya tambun, sedangkan di Jatim bentuknya ramping
- Kaki candi Jateng tidak berundak sedangkan di Jatim berundak
- Atap candi Jateng pendek, sedangkan di Jatim lebih tinggi
- Kumpulan candi di Jateng dengan system konsentris, sedangkan di Jatim dengan system membelakangi
b. Perbedaan pada seni patungnya
- Patung – patung di Jateng hanya sebagai perwujudan Dewa/Raja sedangkan di Jatim ada pula perwujudan manusia bisaa
-
Seni patung Jateng bergaya simbolis realistis, sedangkan di Jatim jaman
Singasari bergaya klasisitis dan jaman Majapahit bergaya magis
monumental
- Prambandala (lingkaran kesaktian) pada patung Jateng
terdapat pada bagian belakang kepala, sedangkan di Jatim terdapat di
bagian belakang seluruh tubuh menyerupai lidah api
- Pakaian Raja /
Dewa pada seni patung Jateng masih dipengaruhi tradisi India, sedangkan
di Jatim khas Indonesia seperti pakaian batik, selendang dan ikat kepala
c. Perbedaan hiasan candi
- Hiasan adegan cerita pada candi Jateng bergala realis, sedangkan di Jatim bergaya Wayang (distorsi)
-
Adegan cerita pada candi Jateng hanya tentang Mahabarata dan Ramayana,
sedangkan di Jatim ada pula adegan cerita asli Indonesia, misalnya
cerita Panji
- Motif hias pada candi di Jateng bersifat Hindu dan
Budha sedangkan di Jatim ada pula hias asli Indonesia sperti motif
penawakan dan gunungan serta perlambangan
- Hiasan pada candi di Jatim lebih padat dan dipusatkan pada seni Cina seperti motif awan dan batu karang
PENDIDIKAN SENI TENTANG PERKEMBANGAN SENI RUPA INDONESIA
A. Sifat – Sifat Umum Seni Rupa Indonesia
1. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu kaidah yang turun temurun
2. Bersifat Progresif
Dengan
adanya kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi
kebudayaan luar yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga
menjadi milik bangsa Indonesia sendiri
3. Bersifat Kebinekaan
Indonesia
terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang
berbeda, sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam
4. Bersifat Seni Kerajinan
Dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam – macam bahan untuk membuat kerajinan
5. Bersifat Non Realis
Dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu bersifat perlambangan / simbolisme
B. Seni Rupa Prasejarah Indonesia
Jaman
prasejarah (Prehistory) adalah jaman sebelum ditemukan sumber – sumber
atau dokumen – dokumen tertulis mengenai kehidupan manusia. Latar
belakang kebudayaannya berasal dari kebudayaan Indonesia yang disebarkan
oleh bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda. Agama asli pada waktu itu
animisme dan dinamisme yang melahirkan bentuk kesenian sebagai media
upacara (bersifat simbolisme)
Jaman prasejarah Indonesia terbagi atas: Jaman Batu dan Jaman Logam
1. Seni Rupa Jaman Batu
Jaman
batu terbagi lagi menjadi: jaman batu tua (Palaeolithikum), jaman batu
menengah (Mesolithikum), Jaman batu muda (Neolithikum), kemudian
berkembang kesenian dari batu di jaman logam disebut jaman megalithikum
(Batu Besar)
Peninggalan – peninggalannya yaitu:
a. Seni Bangunan
Manusia
phaleolithikum belum meiliki tempat tinggal tetap, mereka hidup
mengembara (nomaden) dan berburu atau mengumpulkan makanan (food
gathering) tanda – tanda adanya karya seni rupa dimulai dari jaman
Mesolithikum. Mereka sudah memiliki tempat tinggal di goa – goa. Seperti
goa yang ditemukan di di Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Juga berupa
rumah – rumah panggung di tepi pantai, dengan bukti – bukti seperti yang
ditemukan di pantai Sumatera Timur berupa bukit – bukit kerang
(Klokkenmodinger) sebagai sisa – sisa sampah dapur para nelayan
Kemudian
jaman Neolithikum, manusia sudah bisa bercocok tanah dan berternak
(food producting) serta bertempat tinggal tinggal di rumah – rumah kayu /
bambu
Pada jaman megalithikum banyak menghasilkan bangunan –
bangunan dari batu yang berukuran besar untuk keperluan upacara agama,
seperti punden, dolmen, sarkofaq, meja batu dll
b. Seni Patung
Seni
patung berkembang pada jaman Neolithikum, berupa patung – patung nenek
moyang dan patung penolak bala, bergaya non realistis, terbuat dari kayu
atau batu. Kemudian jaman megalithikum banyak itemukan patung – patung
berukuran besar bergaya statis monumental dan dinamis piktural
c. Seni Lukis
Dari
jaman Mesolithikum ditemukan lukisan – lukisan yang dibuat pada dinding
gua seperti lukisan goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian
Jaya. Tujuan lukisan untuk keperluan magis dan ritual, seperti adegang
perburuan binatang lambang nenek moyang dan cap jari. Kemudian pada
jaman neolithikum dan megalithikum, lukisan diterapkan pada bangunan –
bangunan dan benda – benda kerajinan sebagai hiasan ornamentik (motif
geometris atau motif perlambang)
2. Seni Rupa Jaman Logam
Jaman
logam di Indonesia dikenal sebagai jaman perunggu, Karena banyak
ditemukan benda – benda kerajinan dari bahan perunggu seperti
ganderang, kapak, bejana, patung dan perhiasan, karya seni tersebut
dibuat dengan teknik mengecor (mencetak) yang dikenal dengan 2 teknik
mencetak:
1) Bivalve, ialah teknik mengecor yang bisaa di ualng berulang
2) Acire Perdue, ialah teknim mengecor yang hany satu kali pakai (tidak bisa diulang)
C. Seni Rupa Indonesia Hindu
Kebudayaan
Hindu berasal dari India yang menyebar di Indonesia sekitar abad
pertama Masehi melalui kegiatan perdagangan, agama dan politik. Pusat
perkembangannya di Jawa, Bali dan Sumatra yang kemudian bercampur
(akulturasi) dengan kebudayaan asli Indonesia (kebudayaan istana dan
feodal). Prose akulturasi kebudayan India dan Indonesia berlangsung
secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, yaitu dengan proses:
a. Proses peniruan (imitasi)
b. Proses Penyesuaian (adaptasi)
c. Proses Penguasaan (kreasi)
Sejarah Dan Fungsi Teater Daerah Jawa Barat
A. Sejarah Dan Fungsi Teater Daerah Jawa Barat
Dalam sejarah
kehidupan manusia kegiatan Teater telah mulai sejak dari jaman manusia
primitif. Berbagai kegiatan seperti upacara kelahiran, kematian,
bercocok tanam, meminta kesuburan tanaman, meminta hujan , mengusir
hama, dilakukan engan kegiatan Teater dengan jalan mengadakan Tarian –
Tarian atau tetatbukan/musik, pelaku Teaternya adalah peserta upacara,
tanpa penonton dan tanpa alur cerita.
Di Indonesia kegiatan seni Teater mempunyai fungsi sbb:
1.
Teater untuk keperluan upacara, yaitu Teater yang digunakan sebagai
media kegiatan upacara adat atau pemujaan dengan jalan mengadakan Tarian
– Tarian atau tetatbuhan tanpa alur cerita unsur sastra. Sedangkan
pelakunya adalah peserta upcara dan tanpa adanya penontonya
2. Teater
untuk keperluan hiburan, yaitu Teater yang memiliki unsur untuk
dipertunjukan kepada masyarakat sebagai hiburan, contohnya sandiwara
3. Teater untuk menyampaikan pesan, yaitu Teater yang ditunjukan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas
B. Jenis Dan Ciri Khas Teater Tradisional Daerah Jawa Barat
Ada beberapa Teater jenis Teater tradisional, yaitu:
1. Teater Tutur adalah jenis Teater yang bertolak dari sastralisan yang dituturkan dan belum diperagakan secara lengkap
2.
Teater Rakyat adalah jenis Teater yang berkembang di tengah masyarakat
pedesaan dengan cerita yang hidup di daerah tersebut, contohnya Longser
3. Teater wayang / Teater klasik adalah segala macam jenis wayang, contohnya wayang golek dan wayang Priya / wayang Uwong
4.
Teater Bangsawan adalah jenis Teater yang sudah yang sudah mendapat
pengaruh konsep Teater barat dan Teater timur tengah yang di dukung oleh
kebudayaan melayu
PENDIDIKAN SENI TENTANG MUSIK, TARI DAN TEATER DAERAH JAWA BARAT
A. Ciri Khas Musik Daerah Jawa Barat
Ciri khas musik daerah Jawa Barat dapat dilihat dari jenis instrumennya dan cara membunyikannya / menggunakannya, yaitu:
a. Ditiup, contohnya: Suling, bangsing, tarompet dll
b. Digoyang – goyang, contohnya: Angklung dan kolotok
c. Dipukul, contohnya: dog – dog, goong, boning, kempul, saron dll
d. Dipetik, contohnya: Kacapi
e. Digesek, contohnya: rebab dan terawangsa
B. Sejarah Dan Fungsi Musik Daerah Jawa Barat
Sebelum
adanya aturan nada, bangsa kita jaman dahulu sudah mengenal musik yang
berfungsi untuk upaca pemujaan terhadap nenek moyang, kemudian mengenal
musik yag terdiri dari 5 nada yang disebut Pentatonis, yaitu: Da, Mi,
Na, Ti, La, Da. Dana pentatonis ini hanya dapat pada alat musih daerah
yang disebut Gambelan, yang terdiri dari: goong, gender, kendang,
kenong, saron, gambang, bonang, rebab, dll. Alat musik gambelan ini
terutama terdapt di Jawa dan Bali.
Akhirnya
sejalan dengan perkembangan jaman, maka musik – musik daerah yang ada
hingga sekarang menggunakan notasi – notasi musik umum yaitu notasi
angka atau balok. Tokoh – tokoh musik Gending / Karawitan daerah Jawa
Barat yang terkenal adalah Mang Koko, Amas Taswara, Nano S, dan lain –
lain
Fungsi musik daerah Jawa Barat, Yaitu:
1. Berfungsi Untuk Upacara adat, contohnya:
a.
Angklung, di masyarakat Banten digunakan dalam upacara menabur benih di
ladang untuk menghormati Dewi Pohaci/Dewi Sri. Selain itu Angklung juga
digunakan untuk upacara Helaran (upacara menggiring anak yang dikhitan)
b.
Bedug, digunakan dalam upacara kegiatan Agama Islam, seperti seni bedug
Kidulan dari Cianjur yang dilaksanakan setiap takbiran, dan adu bedug
dari Pandeglang yang dilaksanakan sehari setelah Idul Fitri
c. Bengberokan, berasal dari Cirebon yang dipergunakan dalam upacara mengusir roh jahat atau menyembuhkan anak yang sakit
d. Calung, dipergunakan dalam upacara adat pertanian, seperti Calung Tarawangsa dari Tasikmalaya
e.
Heleran, dipergunakan dalam upacara adat khitanan atau seserahan
pengantin, seperti Kuda Renggong, dari Sumedang dan Tajidor dari
Tangerang
f. Ngagondang, dipergunakan dalam upacara adat Mapag Sri/Dewi padi
g. Pantun, dipergunakan dalam upacara adat akan menyimpan padi di lumbung yang disebut ngidepkeun/ natapkeun para
2. Musik yang berfungsi sebagai alat Bela Diri, contohnya: Pencak Silat dan Benjang
3.
Musik yang berfungsi sebagai sarana hiburan, contohnya: Ogel, Ronggeng,
Angklung diatonis, Longser, Angklung Buncis, Tarling,
C. Sejarah Perkembangan Tari Daerah Jawa Barat
Secara
naluriah manusia dalam emosinya akan meluap dalam ekspresi gerak dan
tingkah laku yang intensif, yang terjadi secara spontan. Ekspresi gerak
merupakan lontaran tenaga fisik dan tenaga dalam yang berarti.
Setelah
kebutuhan primer terpenuhi, timbulah kebutuhan pelepasan, maka
berkembanglah Tari hiburan / pergaulan, dan bisaanya diTarikan pada saat
pesta sebagai sarana penunjang kegembiraan untuk mempererat tata
pergaulan.
Kemudian dengan makin meningkatnya apresiasi seni, manusia
menuntut sajian seni Tari yang berbobot, yang mendorong lahirnya Tari
pertunjukan
Secara umum cirri khas Tari Jawa Barat menunjukan
kekontrasan pada susunan gerak yang putus – putus. Iringan gendang yang
lunak. Kemudian pilihan warna busana cenderung mencolok dalam kombinasi
ataupun warna dasar.
D. Fungsi Tari Daerah Jawa Barat
1. Tari
yang berfungsi sebagai sarana Upacara. Adat dan pemujaan (Tari etnik)
merupakan Tari yang bersifat tradisional. Misalnya Tari dodot dari Baten
untuk upacara pemujaan terhadap Dewi Sri, Tari Bengberokan/
bangbaringan dari Sumedang untuk upacara penolak bala
2. Tari yang berfungsi sebagai sarana hiburan / Tari pergaulan, misalnya Tari Ketuk Tilu, Longser Bangreng dan Tayuban
3.
Tari sebagai sarana sei petunjukan , yaitu seni yang menitikberatkan
pada segi artstiknya, konsepsional mengandung ide – ide dan
interprestasi, penggarapan koreografi yang mantap disamping tema dan
tujuan misalnya Tari Nyatria, Tari Monggawa, Tari Lenyepan dll
E. Jenis Tari Daerah Jawa Barat
Jenis Tari daerah Jawa Barat dapat dilihat berdasarkan jumlah pelakunya:
1) Tari Tunggal ( Solo), contohnya: Tari Topeng Konceran, Graeni, Rahwana, Kandagan, dan Monggawa
2)
Tari berpasangan (duet), contohnya pada Tari kreasi baru dijumpai Tari
kupu – kupu karya Cece Sumatri dan Tarian Jaipongan karya Gugum Gumbira.
Yang dimaksud dengan Tarian kreasi baru adalah Tarian yang sudah
melepaskan diri dari aturan – aturan yang sudah dibakukan untuk memenuhi
selera masyarakat sesuai engan perkembangan jaman
3) Tari bertiga (trio) di daerah Jawa Barat jarang dijumpai
4) Tari masal atau Tari keolompok (lebih dari 5 orang ) dibedaan menjadi:
a. Tari tanpa lakon, contohnya Tari Rudat, Randu Kintal dan Tari Ketuk Tilu
b. Tari brlakon yang disebut Drama Tari, contohnya pada Tari klasik dijumpai Tari topeng dan Tari wayang
c. Tari berlakon kreasi baru, contohnya karya Yulianti L, Parani, Sangkuriang, Pleesiran, Pendekar Perempuan dll
F. Ragam Gerak Dan Iringan Tari Daerah Jawa Barat
Tari
merupakan ekspresi jiwa manusia melalui gerak – gerak ritmis yang
indah. Ada beberapa macam gerak organ tubuh sebagai media ekspresi Tari,
yaitu:
1. Gerak mata
2. Gerak Leher
3. Gerak Tangan/ Lengan
4. gerak seluruh ubuh
5. gerak kaki
6. gerak pinggul
Dalam Tari daerah Jawa Barat ada beberapa istilah gerak Tari, antara lain:
- Edeg – edegan / kuda – kuda adalah gerak pada saat pembukaan Tarian
- Jangkung Ilo adalah gerak pembukaan suatu pembukaan dari Tari
- Gedig adalah gerak langkah di tempat dengan tekana badan
- Mincid adalah gerak langkah menyentuh lantai
- Keupat adalah gerak berjalan ke depan
- Bakplang dll
Beberapa jenis tari yang ada antara lain :
Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut :
b. Batak
c. Gulu
d. Dhada
e. Buncit
f. Endhel Apit Ngajeng
g. Endhel Apit Wuri
h. Endhel Weton Ngajeng
i. Endhel Weton Wuri
– Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
– Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
– Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
– Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
– Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
– Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
– Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
– Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
– Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit
– Bedhaya La la lama tarian 15 menit
– Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
– Bedhaya Alok lama tarian 15 menit
dll.
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru :
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
dll.
a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
– Jumlah penari seorang putri atau lebih
– Memakai jarit wiron
– Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
– Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
– Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.
– Ditarikan oleh dua orang putra/i
– Bentuk tariannya sama
– Tidak mengambil suatu cerita
– Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
– Bentuk pakaiannya sama
– Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
– Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
diteruskan gendhing ketawang
– Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
– Tari boleh sama, boleh tidak
– Menggunakan ontowacono (dialog)
– Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
– Ada yang kalah/menang atau mati
– Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
– Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
– Bambangan Cakil
– Hanila
– Prahasta, dll.
– Golek Montro iringan Gendhing Montro
– Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
– Bondan Cindogo
– Bondan Mardisiwi
– Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya :
– Memakai kain Wiron
– Memakai Jamang
– Memakai baju kotang
– Menggendong boneka, memanggul payung
– Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
– mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
– Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
Sejarah Tari Modern Dance
jenis tarian bali
WALI : Sacred Dances
Tari WaliMerupakan jenis tarian upacara atau tari sakral, ditarikan pada setiap kegiatan upacara adat dan agama Hindu di Bali. Di Pura, tarian ini dipentaskan di area terdalam (Jeroan) >>> baca semuaTari Rejang, Tari Baris, Tari Pendet, Barong, Tari SangHyang, dll… |
BEBALI : Sacred Dances (Drama)
Tari BEBALIMerupakan jenis tarian semi sakral, dapat berfungsi sebagai tari sakral dalam upacara tertentu dan sekaligus bisa sebagai tari hiburan. >>> baca semuaTari Topeng, Drama Tari Gambuh, Wayang Wong, dll,,, |
BALIH-BALIHAN : Balinese Dance & Drama
Tari Balih-BalihanMerupakan jenis tarian hiburan, berfungsi sebagai hiburan masyarakat. Kalau di area Pura, tarian ini umumnya dipentaskan di panggung atau gedung (wantilan), area terluar pura (Jaba) >>> baca semuaTari Penyambutan, Legong Dance, Tari Kekebyaran, dll,,, f studio sangat recommended group " Genta Bhuana Sari "untuk nonton tari Balih-balihan di plau BALI. Pentas rutin setiap hari selasa jam19.30 WITA di Peliatan-Ubud. |
Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari
"Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan
jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu
muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh,
Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian
tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan
yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama
Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan
pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari
kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di
media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan
oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para
penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat
yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan,
dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan
kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub
malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut
peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di
beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan
gaya "kaleran" (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun
1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti
Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun
Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut
muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi,
Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine
Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas
keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting
yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat,
maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan
misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain
yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang,
degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan
rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan
Jaipong.
Tari Jaipong Kesenian Tradisional Jawa Barat
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas
seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian
rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas
cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang
kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari
Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang
memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya),
bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
MENYEBUT Jaipongan sesungguhnya tak hanya akan mengingatkan orang pada
sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis.
Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak
yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari
perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan
kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda
yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini
popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Sejarah
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi
rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk
Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan,
yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta,
Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang
pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan
kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi
tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,
di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng
Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola
tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi
dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu
perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan
dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan
warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya,
yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi
pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga
ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang
Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi
tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan
diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).